Sabtu, 25 September 2004

Kisah Si Anak Elang


Dahulu kala di sebuah hutan tinggallah keluarga elang. Mereka membangun sarangnya di sebuah pohon Oak yang tinggi. Ayah elang dan ibu elang adalah burung-burung yang hebat. Paruh mereka kuat dan sayapnya lebar. Cakarnya tajam dan bisa mencengkeram mangsanya dengan sekali sambar. Mereka juga gemar terbang tinggi membelah angkasa. Menjelajah hutan dan samudera adalah kegemaran mereka. Mereka tinggal disarang bersama anak elang yang masih kecil.


Ayah dan ibu elang benar-benar sayang sama anaknya ini. Ayah elang setiap pagi terbang keluar dari sarangnya mencari makanan buat si elang kecil. Sementara si elang kecil tinggal di sarang ditemani ibunya.


Hari demi hari berganti. Si anak elang semakin besar dan sangat ingin bisa terbang seperti kedua orangtuanya. Dia selalu minta diajari terbang oleh orangtuanya. “Ibu, ayo ajari aku terbang. Aku ingin bisa segera terbang dan mejelajah angkasa seperti ibu. Aku juga ingin seperti ayah yang pandai berburu di hutan!”, rengek si anak elang.


“Iya nak, nanti pada waktunya kau pasti akan kami ajari terbang. Tapi sekarang kau masih terlalu kecil. Sayapmu masih lemah dan tenagamu belum cukup untuk bertahan melayang di udara.” Jawab ibunya.


“Ah aku bisa kok. Aku sekarang juga sudah bisa terbang!”. Elang kecil tetap bersikeras untuk segera diajari terbang.


Suatu hari ayah elang berkata kepada ibu elang dan anaknya.


“Aku besok ada undangan ke pertemuan elang-elang di hutan sebelah. Aku harus pergi kesana karena raja elang sendiri yang mengundangku. Hutan sebelah ini sangat jauh sehingga aku mungkin akan pergi selama beberapa hari. Nak, aku minta selama aku pergi nanti, kau harus menuruti apa kata ibumu!”. Kata ayah elang. “Iya ayah.” Jawab elang kecil.


Keesokan harinya ayah elang berangkat ke hutan sebelah. Sayapnya mengepak-ngepak membelah udara dengan amat gagahnya. Ibu elang dan anak elang melepas keberangkatannya. Ketika anak elang melihat ayahnya bisa terbang tinggi dengan gagahnya seperti itu, dia sangat terkagum-kagum dan bertekad untuk bisa seperti ayahnya.


“Ibu…ibu, ayo aku diajari terbang seperti ayah!”. Kata elang pada ibunya.


“Nanti nak, kalau kau sudah besar. Tunggu beberapa hari lagi aku akan mengajarimu terbang”. Jawab ibu elang. Begitulah, setiap kali anaknya meminta diajari terbang, jawabannya selalu sama.


Elang kecil menunggu-nunggu kapan dia akan diajari terbang. Dia sudah sangat ingin terbang dan berburu unggas di hutan ini. Akhirnya elang kecil merasa sudah terlalu lama menunggu. Dia mulai tidak sabar. Dia mulai agak kesal sama ibunya yang selalu menolak mengajari dia terbang.


Lalu pada suatu pagi ibu elang berkata pada anaknya.


“Nak, ibu mau pergi sebentar. Makanan kita sudah habis. Ibu harus mencari makanan hari ini agar kita bisa tetap makan. Kau jangan pergi keluar dari sarang. Hati-hati, karena kau nanti bisa terpeleset dari dahan pohon ini.”


“Baik bu aku akan tinggal di sarang saja nanti.”


Setelah ibunya berangkat mencari makan, elang kecil berpikir, “Kalau aku coba-coba belajar terbang sendiri bagaimana ya? bisa apa tidak ya?.”


Dia sengaja tidak mematuhi perintah ibunya untuk tinggal di sarang. Akhirnya dia mulai melangkah keluar sarang. Dengan pelan-pelan di berjalan di dahan pohon Oak yang besar itu.


“Ah, mana mungkin aku bisa terpeleset. Dahan pohon ini sangat besar kok, aku bahkan bisa berlari-lari diatasnya.” Pikir si anak elang.


Lalu setelah menunggu hampir seharian di sarangnya, dia mulai bosan. Muncul niatnya untuk belajar terbang sendiri. “Hmm…sepertinya terbang itu mudah. Tinggal angkat sayapku pasti aku nanti bisa naik ke udara dan terbang!”.


Lalu pelan-pelan dia mulai mengangkat sayapnya. Ketika ada angin datang, si anak elang mulai terangkat ke atas. Ketika angin pergi, dia kembali turun lagi. Begitu seterusnya,sampai si anak elang yakin kalau dia bisa terbang.


Akhirnya dia memberanikan diri untuk terbang. Dia bersiap-siap dengan mengangkat sayapnya tinggi-tinggi. Dia mengambil ancang-ancang, ketika ada angin datang, serta merta dia meloncat dan hap…! Berhasil! Dia bisa melayang di udara. Lalu mulailah si anak elang mengepakkan sayapnya dan dia mulai terbang berputar-putar di sekitar sarangnya. Lama-lama dia ingin terbang lebih jauh dan lebih tinggi lagi. Dan tanpa dia sadari dia sudah jauh meninggalkan sarangnya di pohon Oak tadi.


Ketika sudah beberapa lama terbang dia mulai kelelahan dan dia mulai merasa lapar. Tapi sayang pohon Oak tadi sudah tidak kelihatan. Dia lupa jalan pulang ke sarangnya. Dari atas sini semua kelihatan sama. Oh, gawat, dimana sarangku tadi? Pikir si anak elang.


Ketika sedang berpikir seperti itu, tiba-tiba dia dikejutkan dengan suara keras, DOOOOR!!!! Ternyata sebuah peluru yang ditembakkan pemburu berhasil mengenainya. Dia merasa sayapnya sakit dan pelan-pelan…dia mulai hilang kesadaran.


******


Si anak elang pelan-pelan membuka mata. Perlahan wajah ayah dan ibunya muncul di depannya. Mereka memandangnya dengan cemas. Aku dimana ini? Bukankah aku tadi masih terbang?


“Kau sudah sadar nak? Syukurlah, kami sangat cemas melihatmu. Kau sudah pingsan selama dua hari ini nak. ” Kata ibu elang sambil berlinangan airmata.


“Kau kami temukan dalam keadaan pingsan di hutan. Sayapmu berdarah. Sepertinya peluru pemburu berhasil mengenaimu. Untung kau tersangkut di pohon. Kalau kau sampai jatuh…kau pasti tidak bisa selamat dan ditangkap oleh si pemburu.” Kata ayah elang dengan raut muka yang juga cemas.


“Maafkan aku. Aku tidak patuh pada perintah kalian. Akibatnya aku membuat kalian takut dan aku juga hampir terbunuh oleh pemburu.” Kata anak elang dengan menyesal.


“Tidak apa-apa nak. Yang penting kau selamat. Asal jangan pernah lagi melanggar perintah kami ya nak!”


Setelah peristiwa itu anak elang sadar kalau tidak mentaati kata-kata orang tua adalah dosa besar dan berakibat tidak baik bagi si anak. Sejak saat itu anak elang menjadi anak yang sangat patuh pada kedua orangtuanya.

1 komentar: